Pengalaman Way Kudligagal : Dari Babat Rumput, Operator SPBU Akhirnya Kuliah

Anonymous | 00:46 | 0 komentar

Bpk. Way Kudligagal.
Punya pendidikan tinggi merupakan impian tiap orang. Tapi, bagaimana jika himpitan ekonomi dan kemiskinan terus menghadang. Jangankan untuk biaya kuliah, buat makan saja susah.

Orang bilang, hidup itu ibarat roda berputar. Kadang di atas kadang juga di bawah. Ia terus bergerak seirama dengan mesin yang menggerakkannya. Perjuangan hidup seorang Wai Kudligagal, pemuda perantau dari Kampung Ilugwa, Mamberamo Tengah ini, cukup menarik untuk diketahui.
Sekitar Tahun 1992, Wai terpaksa meninggalkan kampung Ilugwa, salah satu kampung di Membramo Tengah. Ada kisah indah, dan tak sedikit pula kisah pilu saat ia hidup bersama dengan keluarganya.
Pengalaman pahit yang masih terekam dalam memorinya adalah soal pendidikan. Ia bercita-cita, kelak berpredikat sarjana. Tetapi impian itu terputus oleh himpitan ekonomi dan kemiskinan orang tuanya. “Jangankan mau biaya sekolah, buat makan saja susah,” begitu Wai mengawali cerita.
Sadar akan kondisi ekonomi keluarganya, lantas ia mengambil sikap; meninggalkan sanak saudaranya. Ia memutuskan untuk merantau ke Jayapura. Ia berharap, ada secercah harapan yang bisa merubah hidup dan cita-citanya. “Orang tua saya petani, mereka tidak mampu biaya sekolah saya. Saya pikir waktu itu lebih baik saya ke Jayapura untuk mencari pekerjaan,” kisahnya.
Kepada Ilput, ia mengisahkan, untuk memenuhi kebutuhannya setiap hari menawarkan jasa sebagai tukang babat rumput. Menurutnya, pekerjaan itu layak dilakukannya. “Yang penting halal. Saya menawarkan jasa bagi siapa saja yang ingin memakai saya sebagai pembabat rumput.”
Buah dari keuletannya itu, tenaganya digunakan oleh berbagai instansi perintah dan swasta untuk menggunakan tenaganya, seperti seperti Associated Mission Aviation (AMA) Sentani, Puskesmas Sentani, Gereja Marhen Luther Sentani, Yayasan Pendidikan Sentani Sentani dan SPBU samping Koramil Sentani.
Hari-hari pekerjaan ini dilakoninya dengan penuh semangat. Ia terpacu oleh keinginan hati kecilnya yang ingin melanjukan sekolah ke jenjang SMA. Sebagian duit yang didapatinya itu disimpan dan sebagaiannya untuk keperluan setiap hari.
Setelah setahun bergelut membabat rumput, ia memutuskan untuk melanjutkan cita-citanya. Lantas ia mendaftar di salah satu SMA, yaitu SMA Dobonsolo Sentani. Di sinilah dia mulai mengenakan seragam putih abu-abu, sekaligus mulai bergaul dengan dunia pendidikan yang dicita-citakan di Kampung Ilugwa.
Ia menghitung, hanya setahun ia mengeyam pendidikan di SMA Dobonsolo, dua tahun berikutnya ia melanjutkan di SMA Asisi Sentani. Selama menempuh pendidikan, Way tak pernah minta uang dari orang tua karena pekerjaan sebagai tukang babat rumput tetap dilakukan dan menjadi sumber penghasilanya.”Selama saya sekolah saya tidak pernah minta uang pada orang tua,tetapi saya hanya membagi waktu sehabis sekolah saya babat rumput lagi,” katanya.

Karyawan SPBU
Usai Menyelesikan Pendidikan SMA Pada Tahun 1994, Wai tak lagi bekerja sebagai pemotong rumput. Ia diminta oleh pemilik SPBU untuk dipekerjakan saebagai Operator SPBU. Pekerjaan itu mudah ia lakukan karena selama sebelumnya Wai mengenal semua pihak manajemen SPBU Sentani. ”Saya sering babat rumput di SPBU itu, jadi dong kenal saya dan minta saya untuk bantu-bantu sebagai operator isi bensin,” katanya.
Ia mengaku, sebelumnya tak pernah lintas dalam benaknya untuk menjadi salah satu karyawan SPBU itu. Karena itu sangat bersyukur mendapatkan pekerjaan tetap, dan mendapat gaji yang tetap pula. Dulu, waktu saya membabat rumput, penghasilan tiap hari hanya mencapai Rp. 25 ribu, sekarang saya dapat gaji Rp. 1.100 ribu tiap bulan. Jika lembur penghasilan sampai 1.500 ribu per bulan,” ungkap bangga.
Dari penghasilan tersebut merasa bersyukur karena mampu menutupi kebutuhan hidup dan sebagianya menabung. Selama 15 tahun berkerja di SPBU, ia sudah membangun gubuknya di Samping Pasar Kaget Pos 7 Sentani. “Itu Hasil dari pekerjaan saya.”
Walau sekarang memiliki pekerjaan tetap, namun satu hal yang dia masih kejar, yakni memburu titel sarjana. Usianya memang sudah 36 tahun tapi baginya pendidikan tidak mengenal usia. Terbawa oleh cita-citanya sejak kecil, pada Tahun 2009 lalu, ia mendaftar di Sekolah Tingi Ilmu Pertanian Santo Thomas Aguinas Sentani, jurusan Perternakan. “Tahun 2009 saya putuskan untuk kuliah. Saya harus mengejar cita-cita sejak kecil,” katanya. Bagaimana dengan biaya? Wai mengaku, memang penghasilannya sebagai oprerator tentu tidak cukup, karena sebagian uangnya disisihkan untuk keperluan kuliah. Namun ia sadar kekurangan itu itu menjadi kelebihannya. “Buat saya, kekurangan dalam berbagai hal itu pasti akan dialami semua orang, anggap saja itu sebagai tantangan,” katanya.
Ia mengisahkan saat masuk kuliah, ia kembali dihadapkan berbagai tantangan, pengeluaran semakin membengkak. “Semester pertama, saya lalui cukup agak berat, membayar biaya untuk kuliah. Belum lagi biaya hidup dan transport menuju kampus,” katanya.
Kini lelaki yang tidak gemuk itu sudah duduk bangku smester dua. Ada harapan dibalik perjuangannya. Ia tidak putus asa dalam menghadapi masa depan dan ganasnya kenyataan hidup.


Sumber: DI SINI



Category: ,

About Ilput-Share.com:
Ilput-Share.com is a blog to share information about the Walak tribe and more specifically about Ilugwa district through online.

0 komentar

Bagaimana pendapat Anda tentang Ilput-share..? Tolong beri komentar di kolom komentar bawa sini...

The maps of Ilugwa Locations in Wamena